Labels

Saturday 9 March 2013

Yang Tak Dianggap

ANNYEONGHASEO!!!

Kali ini, aku akan menulis FF (Flash Fiction) pertamaku yang pernah diikut lombakan di event menulis dunia maya dengan tema diskriminasi sosial. Sayangnya naskahku ini gak lolos. (Mungkin jelek kali ya?) Tapi, gak apa-apa deh. Kan FF pertama. Lagian gak semuanya ikut lomba harus menang kan?
Ok. Kelamaan curhat. Mending baca FFku ini terus komen :)


Yang Tak Dianggap

Tawa itu meledak memenuhi seluruh ruangan, tapi tak bisa kurasakan euforia itu. Aku tahu mereka hanya bergurau. Sayangnya, hati ini sedang tak bergairah untuk bercanda. Melihatku tertunduk, perempuan cantik itu sontak menghentikan tawanya dan langsung menatapku.“Aerin, kamu kenapa?” “Aku tak apa,” jawabku. “Tapi wajahmu murung. Kenapa? Tertawalah seperti kami.” “Aku tak berminat.” “Kau yakin?” “Ya” balasku singkat.Mereka kembali asyik membicarakan sesuatu. Lalu tawa itu terdengar lagi. Ku murungkan kembali wajahku. Sebenarnya aku sendiri bingung kenapa jika ada orang tertawa seperti itu aku malah ingin menangis. Menitikkan air mata ketika ku dengar lagi tawa mereka. Menangis karena apa? Alasan itu tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Yang kuinginkan sekarang adalah mereka berhenti dan tak lagi tertawa.Air mata itu tiba-tiba tumpah tanpa bisa ku bendung lagi. Deras, sederas air hujan yang sedang menurunkan seluruh airnya. Keadaan yang penuh dengan gelak tawa bahagia kini menjadi bingung. Empat pasang mata itu melihatku lekat. Tak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Diam mematung tak bergeming sedikitpun. Sampai perempuan cantik yang tadi mengajakku bergembira tertawa bersama, menghampiriku.“Rin, ada apa?” tanyanya panikTangisku perlahan berhenti. Perempuan itu memelukku hangat berusaha menghiburku. Dia tahu, seharusnya hari ini aku tidak menangis karena hari ini adalah moment terindahku.“Kamu ada masalah? Kalau ada, cerita sama kami. Kamu sebenernya kenapa, Rin?” tanya Fahmi.Aku menggeleng.“Trus, kamu kenapa?”Aku tak menjawab. Aku menatap keempat pasang mata itu bergantian. Mereka terus mendesakku. Aku diam beberapa saat. Mereka tak sabar menungguku angkat bicara.“Jujur saja. Kami kan temanmu,” kata Fahmi.Aku menghela napas.Teman? Ini yang kau maksud teman? Mentertawakanku di atas penderitaanku. Teman macam apa kalian?Hatiku bergejolak menahan marah.“Baiklah kalau kalian memaksa. Aku hanya ingin satu hal,” kataku menggantung.Mereka berpandangan. Lalu menatapku dan mengangguk.“Apapun itu. Kamu minta apa?”“Sebelum ku sebutkan permintaanku, aku mau menjelaskan bahwa sebenarnya, yang sedari tadi kalian ejek dan tertawakan, orang yang kalian anggap cacat walaupun sebenarnya dia kelihatan baik-baik saja hanya berjalannya yang pincang dan hal itu tak mungkin dia ubah karena memang sudah takdir dan harus dia tanggung seumur hidupnya karena penyakit yang dideritanya, adalah orang yang kalian kenal.”Mereka diam sembari menatapku. Tatapan mata mereka seolah mengatakan siapa yang dimaksud? Mereka masih tidak bergerak. Masih menunggu ku lanjutkan kata-kataku.“Semoga kalian bisa menerima orang itu sebagai teman kalian. Dia, orang yang kalian tertawakan adalah aku, Aerin.”Mereka kaget tak percaya. Ku lihat mereka saling pandang dan tangan mereka memegang tanganku ingin menahanku. Tapi aku melepas tangan mereka dari tanganku. Aku beranjak meninggalkan kedua orang tadi yang baru kukenal dan menutup pintu rumahku rapat-rapat. Sepi. Tapi terdengar suara tangis pelan yang tertahan dari arah depan rumahku.

END

A-I

4 comments:

Aghnam said...

Susunan paragrafnya emang gini ya?

Unknown said...

Yang ini aku lupa ngasih alinea -_-

Unknown said...

blognya keren :D ajariiiiiiiiiiiiiin donsge:d

Unknown said...

Boleh aja ^^ wani piro???