Selamat Membaca ^_^
Aku tahu, kau tidak akan pernah mencintaiku. Aku mau kau mengerti bahwa
aku hanya ingin membuatmu tidak rapuh seperti dulu.
Hye Ri POV
Sifat dinginnya padaku tidak berubah. Aku yang menghampirinya di perpustakaan
umum dengan senyum dibalasnya dengan tatapan sinis. Ku coba memberanikan diri
bertanya, tapi hanya caci maki yang ku dapatkan.
“Ada yang bisa ku bantu, Oppa?” tanyaku lembut.
“Kalau ada, kau bisa apa? Semua ini hanya bisa dilakukan oleh orang normal
tidak cacat sepertimu!” bentak Siwon Oppa sambil beranjak pergi meninggalkanku.
Kalau sudah begitu aku hanya bisa diam sambil berharap suatu saat nanti dia
tidak membenciku. Dengan susah payah aku bangun dari tempatku duduk sambil
berjalan tertatih dengan tongkatku. Langkahku tiba-tiba terhenti.
“Hye Ri! Tungguuuu!” teriak seseorang saatku hendak berajak pergi keluar
perpustakaan.
“Ne,Oppa. Ada apa?” kataku sambil menoleh.
“Ani. Ku antar pulang ne. Ada yang harus ku sampaikan kepadamu.” jawab Henry Oppa.
“Tapi, aku bisa pulang sendiri. Lagipula aku tidak ingin merepotkanmu.” kataku
lagi.
“Please! Just for today”
“Tapi....”
“Kajja!” Henry Oppa menarik tanganku keluar.
Di mobil....
“Apa kau sudah makan?” tanya Oppa kemudian.
“Belum. Tapi aku tidak lapar. Oppa sendiri?” aku nanya balik.
“Kau belum makan Hye Ri? Ok! Kalau begitu aku tidak jadi mengantarmu pulang
tapi kita mampir dulu ke restoran.” ujarnya kaget.
“Tidak perlu. Aku hanya ingin pulang.” Aku heran dengan sikap perhatiannya.
Tapi pikiranku satu, mungkin Oppa menjalankan titah Almarhum kakakku yang
meninggal karena kecelakaan tahun lalu. Ah kalau ingat tahun lalu aku ingin
menangis lagi. Gara-gara kecerobohan kakakku, kecelakaan itu terjadi hingga
maut merenggut nyawanya dan nyawa eoni Alice-pacar Siwon Oppa yang ikut
menumpang mobil kami waktu hujan deras-serta menyebabkan aku harus merelakan
kelumpuhan pada sebelah kakiku ini. Titik itu jatuh juga tanpa bisa dibendung
lagi.
“Kau kenapa Hye Ri? Kau menangis?” tanya Oppa Henry.
“Ah. Ani Oppa. Aku tidak menangis. Oh ya kau mau ngomong apa?” sadarku kalau
aku menangis saat bersama Henry Oppa.
“Hmm, jinjja? Aku hanya ingin kau untuk tidak menyakiti dan melelahkan dirimu
sendiri menghibur Siwon. Aku tahu kau melakukan itu karena permintaan terakhir
Alice. Tapi kau juga tidak bisa terus-terusan seperti itu. Kasihanilah dirimu
sedikit. Aku khawatir padamu.” ujarnya panjang lebar.
Aku tidak bisa bicara. Hanya tertegun mendengar kata-kata Henry Oppa. Jika
dengar kata-kata itu, aku ingin menagis lagi. Tapi itu sungguh mustahil.
“Hye Ri!”
“Ne Oppa.”
“Mian kalau kata-kataku tadi membuatmu sedih. Turun dan istirahatlah,” kata
Henry Oppa ketika mobil berhenti di depan rumahku.
“Pasti.” Jawabku datar.
“Perlu bantuan?” Henry Oppa menawarkan diri.
“No, and thanks for everything, Oppa”
Aku turun dengan susah payah. Melihatku kesusahan, Henry Oppa memapahku ke
kamar. Henry Oppa memang seperti sosok Hangeng Oppa, kakakku yang telah
meninggal.
“Tidur yang lelap, Hye Ri-ah! Aku pulang dulu, ya” pamitnya sambil tersenyum.
Aku membalas senyumannya dan mengangguk. Lalu semua, aku tidak ingat lagi.
Hye Ri POV END
Henry POV
Aku merasa aku adalah orang yang pabo sedunia! Betapa tidak, niatku yang hanya
ingin mengingatkan yeoja yang sudah ku anggap adikku sendiri tapi aku malah
menyakiti perasaannya dengan mengatakan perkataan itu. Aku hanya ingin dia
tidak merasa bersalah lagi. Semuanya terjadi karena murni kecelakaan bukan
karena dia ataupun Hyung Hangeng. Tapi usahaku hanyalah sia-sia belaka! Dia
tetap bermuram durja setiap harinya. Aku merindukan sikapnya yang keras kepala
dan manja padaku dulu. Kini dia berubah. Ini semua gara-gara sikap seorang
namja, kakak sahabatku sendiri yang belakangan ini aku tahu, dicintai Hye Ri!
Awas saja kalau sikapnya masih seperti itu tidak akan ku maafkan dia!
Henry POV END
A-I POV
Pagi hari yang dingin sedingin sikap Siwon terhadap Hye Ri. Selalu saja seperti
biasa. Dingin. Hye Ri yang sedari tadi menunggu Siwon di depan rumahnya
tersenyum ketika pintu rumah Siwon akhirnya terbuka. Dengan wajah juteknya, dia
mempersilakan Hye Ri masuk. Tanpa mau basa-basi, Siwon langsung menanyakan
untuk apa gerangan dia datang ke rumahnya.
“Mau apa kau datang ke sini? Tak tahukah kau, sekarang masih pukul 07.30?”
tanyanya dengan nada tidak senang ada tamu yang mampir pagi-pagi ke rumahnya.
“Aku ada tugas sekolah dan tidak bisa menjawabnya. Sudikah kiranya Oppa
membantuku. Mianhae Oppa aku datang pagi-pagi ke rumahmu karena nanti aku masuk
jam 11.30 siang. Makanya aku datang ke rumahmu pagi-pagi.” ujar Hye Ri panjang
lebar.
“Maaf aku tidak bisa membantumu. Aku sibuk. Kalau sudah tidak ada keperluanmu
di sini, kau boleh pulang,” respon Siwon.
“Oppa!” bentak seseorang.
“Wae? Kenapa kau membentakku!” Siwon tak mau kalah.
“Tidakkah kau memiliki rasa kasian sedikit aja ke eoni Hye Ri! Dia bersusah
payah datang ke sini pagi-pagi untuk meminta bantuanmu mengerjakan tugasnya,
tapi balasanmu hanyalah sikap tidak perduli! Maumu apa sih Oppa!”
Yang tadi membentak kakaknya adalah Choi Soo Rim, adik perempuan Siwon.
Dibentak oleh adikknya sendiri, Siwon tidak terima. Dia ingin memarahi adiknya.
Tapi ditahannya. Hanya mukanya saja yang berubah menjadi merah menahan amarah.
Siwonpun langsung pergi ke kamarnya dan membanting pintu sekuat tenaga. Hye Ri
yang mendengarnya hanya bisa menahan tangis. Melihat Hye Ri nangis, Soo Rim
menjadi iba. Dia menghampiri Hye Ri dan memeluknya.
“Maafkan Oppaku eoni.” Soo Rim mencoba menghiburnya.
“Tidak apa Soo Rim. Aku yang salah. Aku yang tak tahu diri. Bertamu ke rumah
orang tidak lihat-lihat waktu.” Hye Ri pun melepaskan pelukkannya. Dia pamit
pulang.
“Aku pulang ne. Mian menganggu waktumu dan Oppa. Aku tidak tahu harus minta
tolong ke siapa lagi. Yang aku tahu, Siwon Oppalah yang bisa membantuku
menyelesaikan tugasku.”
“Kau tidak salah eoni Hye Ri. Jam segini bagiku sudah siang. Lagipula tadi aku
sempat mendengar kau nanti ada kelas jam 11.30 siang nanti. Berarti eoni datang
di saat yang tepat. Maaf eoni, apa aku boleh lihat tugasmu?” tanya Soo Rim
tiba-tiba.
“Untuk apa?” Hye Ri balik bertanya. “Ini” kata Hye Ri menmperlihatkan tugasnya.
“Hmmm, aku punya teman yang mungkin bisa membantumu eoni. Ini sesuai dengan
jurusan kuliah temanku. Maukah eoni minta diajari olehnya?”
Melihat Soo Rim berkata seperti itu, mata Hye Ri berbinar. Dia mengangguk cepat
pertanda dia setuju. Soo Rim yang melihat Hye Ri tertawa geli. Setidaknya Hye
Ri tidak sesedih tadi.
“Sebentar ya, eoni. Aku telepon dia dulu,” kata Soo Rim kemudian.
Hye Ri tersenyum. Dilihatnya Soo Rim menelepon seseorang. Diikutinya air
mukanya, dan Hye Ri yakin teman Soo Rim mau membantunya. Itu karena wajah Soo
Rim yang ceria dan tertawa meledek temannya. Tapi Hye Ri seperti kenal siapa
lawan bicara Soo Rim. Hanya dia tidak terlalu yakin 100%.
“Kalau begitu kau harus tiba di sini 5 menit ya Mochi!” kata Soo Rim. Kemudian
dia tertawa lagi.Hening.
Soo Rim lalu menghampiri Hye Ri dan bilang bahwa temannya akan datang membantu
Hye Ri. Sebuah senyum manis tersungging di pipinya. Paling tidak Hye Ri dapat
melupakan sikap buruk Siwon tadi. Dan sekarang yang ada di pikirannya satu.
Mungkinkah teman Soo Rim itu Henry Oppa karena Henry biasa dipanggil Mochi oleh
kakaknya dulu? Entahlah. Dia tidak tahu.
A-I POV END
Henry POV
Tidak ada angin dan badai, Soo Rim teman kampusku tapi beda jurusan tentu saja,
meneleponku dan memintaku untuk datang ke rumahnya. Aku kaget tak menyangka.
Karena aku tahu dia tidak sejurusan denganku, tapi mengapa tiba-tiba meminta
bantuan untuk mengerjakan tugas yang jurusannya aku ambil. Aku meledeknya. Tapi
dia bilang ini serius. Aku ternganga tidak percaya. Sampai akhirnya dia
menjelaskannya. Dia bilang teman kakaknya yang butuh bantuan bukan dia. Aku
berpikir, mengapa bukan kakaknya saja yang membantu temannya sendiri. Soo Rim
yang tahu aku kelamaan mikir bilang, “Sudahlah jangan kau pikirkan mengapa
kakakku tidak mau membantu temannya sendiri. Kau kan tahu dia. Kajja ke
rumahku!”
Aku yang mendengarnya tertawa. Sampai akhirnya aku mengiyakan permohonannya.
“Ok. Aku akan datang lebih cepat dari kereta cepat.”
“Mwo? Rumahmu kan jauh.”
“Aku kan juga bisa lari cepat seperti kakakmu, Soo Rim.”
“Kalau begitu kau harus tiba di sini 5 menit ya Mochi!” kata Soo Rim.
“Tidak masalah. Apa kau meragukan kemampuanku? Lagian aku ke rumahmu kan pake
mobil. Kau ini bagaimana sih?”
“Oh iya ya. Aduh pabo sekali kau ini Soo Rim.” Ocehan Soo Rim membuatku
tertawa. Kemudian dia memutuskan sambungan telepon dan aku langsung menyambar
kunci mobil yang ku taruh di atas buffet.
6 menit kemudian...
TING TONG!
Suara bel rumah Soo Rim terdengar lagi. Tak berapa lama ada siluet hitam
seorang yeoja membukakan pintu. Pasti yang punya rumah si cerewet, Soo Rim. Dan
ketika pintu terbuka....
“6 MENIT 1 DETIK. Kau terlambat 1 MENIT 1 DETIK!” Soo Rim berteriak sambil
menunjukkan stopwatchnya.
“Aduh gak segitunya juga kali. Peke diitungin segala lagi,” ujarku.
“Siapa suruh kau sesumbar? Bisa datang ke sini lebih cepat dari kereta express?
Ditantang 5 menit aja biar nyampe sini malah telat 1 menit 1 detik.” ledeknya.
“Ah, sudahlah. Jangan kau bahas lagi! Aku gak disuruh masuk nih?”
“Eh, iya. Yak! Kenapa jadi ribut di pintu? Kasian kan eoni dari tadi nungguin.
Kajja masuk!” Soo Rim menyuruhku masuk.
“Yee dasar bawel. Kau duluan kan yang teriak duluan gak jelas kayak tadi.”
Aku melihat Soo Rim cemberut dan itu membuatku tertawa terbahak. Temanku itu
memang tidak suka aku panggil bawel. Tapi dengan menjahilinya rasanya ada yang
berbeda. Entah rasa apa yang menyesakki dadaku aku tak tahu. Mungkin rasa
seorang kakak terhadap adiknya karena aku menganggap Soo Rim adikku, tapi tidak
seperti perasaanku ke Hye Ri. Lagipula usiaku lebih tua 3 bulan saja darinya.
Namun aku harus akui, dialah yang pantas menjadi kakak karena dia sangat bawel.
Memang sih itu karena sifat pelupa dan kekanak-kanakkanku. Aku yang sering
dimarahinya hanya bisa pasrah. Mengingatnya perutku geli. Ocehan Soo Rim
mengagetkanku.
“Eoni temanku sudah datang. Hey, kau, Mochi! Kemari cepat! Kasian eoni sudah
menunggumu lama!”
Aku menuju ke sumber suara. Ku lihat yeoja lain yang kesusahan bangun dari
kursi. Soo Rim membantu memapahnya. Dengan tongkatnya dia berjalan tertatih ke
arahnya. Dan ketika dia mengangkat wajahnya, dia adalah.... HYE RI. Ngapain
coba Hye Ri di sini? Dia teman kakaknya Soo Rim yang sudah mendinginkannya?
Tidak mungkin itu. Hye Ri juga agak terkejut. Tapi dia bisa menguasai diri. Aku
menyapanya. Soo Rim kaget karena kami saling kenal. Ku jelaskan padanya dia
adalah adik almarhum teman lamaku. Soo Rim yang antusias mendengarnya ikut
sedih. Dia hanya tahu Hye Ri seperti itu karena sakit. Memang setelah kecelakaan
itu Hye Ri koma 3 bulan. Kemudian kami bertiga menuju ruang tengah, tempat
biasa Soo Rim belajar.
Henry POV END
Hye Ri POV
Ketika temannya Soo Rim datang, dengan susah payah aku bangun dari kursi
tempatku duduk. Soo Rim dengan cekatan membantuku berjalan. Dengan tertatih aku
menghampiri temannya Soo Rim dan ketika ku angkat mukaku, ternyata yang datang
adalah Henry Oppa.
“Hye Ri” sapanya.
“Ne Oppa. Tak ku sangka kau itu temannya Soo Rim. Mengapa kau tidak pernah
menceritakannya padaku?”
“Kalian saling kenal?” tanya Soo Rim.
“Ya. Dia yang pernah ku ceritakan padamu, dulu.” Henry Oppa menjelaskan panjang
lebar dan wajah Soo Rim yang tadinya gembira menjadi sedih mendengar cerita
Henry Oppa. Tiba-tiba aku kangen sama Hangeng Oppa. Aku ingin menangis, tapi
sekarang adalah bukan moment yang tepat. Soo Rim mengajak aku dan Henry Oppa ke
ruang tengah.
“Kau mau minum apa, Mochi?” tanya Soo Rim.
“Apa aja asal dingin.” jawab Henry Oppa.
“Oh, kalau gitu aku ambil es batu saja ya.”
Aku tertawa mendengarnya. Henry Oppa keki.
“Yak! Tidak es batu juga Soo Rim. Masa aku mau suguhkan miras.”
“Miras?” tanyaku.
“Minuman keras eoni. Hehehe.Kau apa, eoni?”
“Aku? Tidak usahlah Soo Rim.” kataku.
“Kenapa eoni?”
“Aku tak haus kok. Tenang saja.”
“Oh, ok lah kalau begitu. Aku buatkan susu coklat saja ya.” kata Soo Rim lagi
sambil berlalu pergi.
Aku kaget. Dari mana dia tahu aku suka susu coklat? Padahal aku baru kenal Soo
Rim 7 bulan yang lalu.
“Kenapa kau tidak meminta bantuan padaku saja, Hye Ri?” tanya Henry Oppa.
Aku yang sedang melamun, kaget.
“Hah? Bantuan? Mana aku tahu Oppa kuliah di jurusan yang sama denganku. Selama
ini kan Oppa tidak pernah bercerita kau kuliah di jurusan yang sama kayak aku.”
jawabku.
“Ah, iya aku lupa. Mana tugasnya?”
“Yang ini.” Aku menunjukkannya pada Henry Oppa.
“Ah, ini. Aku ahlinya. Sini kertasnya!” pintanya.
Aku mengambil kertas dan menyerahkannya. Kemudian ku lihat dengan lincahnya
tangan Oppa mengajariku tugas yang menurutku susah. Aku memperhatikannya dengan
seksama. Henry Oppa menjelaskannya dengan detail hingga aku mengerti. Soo Rim
datang membawa minuman di sela-sela Henry Oppa mengajariku.
“Mochi! Kau ini pintar juga ternyata ya. Tak ku sangka kau ini lebih cerdas
daripada yang ku kenal sehari-hari. Hahaha!” ledek Soo Rim.
Aku tersenyum mendengar ocehannya. Ku lihat Henry Oppa yang memonyongkan
sedikit mulutnya dan hal itu membuat tawa Soo Rim meledak. Mau tak mau akupun
ikut tertawa.
“Aihss! STOP! Sudah jangan meledekku lagi!”
Kami berdua langsung diam. Henry Oppa kembali mengajariku. Aku kembali fokus.
Tapi kali ini bukan hanya aku yang diajarinya. Soo Rim ikut duduk disebelahku
dan menjadi pendengar yang baik. Tidak sampai 1 jam, semua tugasku selesai
semua. Aku menghela napas lega. Tak henti-hentinya aku berterima kasih padanya.
Henry Oppa hanya terseyum. Ku lihat arlojiku. Sudah mau pukul 10 pagi. Aku
harus pulang. Aku lalu pamit pada Soo Rim dan Henry Oppa.
“Sudah jam 10. Aku harus pulang. Makasih ya Soo Rim sudah mau membantuku dan
membuatkan susu coklat untukku. Oppa, terima kasih kau sudah mau membantuku
menyelesaikan tugasku.”
“Sama-sama eoni.” jawab Soo Rim.
“Kembali.” respon Henry Oppa.
“Eh, eoni, kenapa kau tidak mau dianter aja sama Mochi? Mochi kau juga mau
pulang kan?Antar saja eoni Hye Ri. Kau tak keberatan kan?” tanya Soo Rim kepada
aku dan Henry Oppa.
“Ah iya. Ide bagus. Mau ku anter pulang Hye Ri?” kini Henry Oppa bertanya
padaku.
“Tidak perlu Oppa. Takut merepotkanmu. Lagi pula aku mau langsung ke kampus
sekarang,” tolakku.
“Eoni jangan tolak rezeki. Kan ke kampusnya tidak harus ngeluarin ongkos. Ya
gak Mochi?”
“Ih, kau ini pinter banget ya! Tapi ada benernya juga sih,” kata Henry Oppa
mengacak-acak rambut Soo Rim.
“Aduh rambutku! Mochi stop! Kajja anter eoni! Nanti dia terlambat!” bentak Soo
Rim.
“Ok. Aku pulang ya! Bye!”
“Aku juga pulang ya Soo Rim. Gumawo atas semuanya,” aku pamit.
“Cheonma. Hati-hati eoni. Mochi jangan ngebut! Yang kau bawa yeoja bukanlah
karung beras!” teriak Soo Rim mengingatkan Henry Oppa sambil memapahku keluar.
“Tak perlu kau ingatkan aku juga tahu itu,” balas Henry Oppa.
Aku tertawa geli. Soo Rim pun begitu. Aku dibantu Soo Rim masuk ke mobil.
Setelah aku masuk mobil, dia ke arah Henry Oppa dan membisikkan sesuatu. Ku
lihat Oppa mengangguk tanda setuju.
Tak lama kemudian mobilpun melaju meninggalkan rumah namja yang diam-diam aku
cintai walau aku tahu dia tidak akan pernah mencintaiku.
Hye Ri POV END
A-I POV
Hye Ri, Soo Rim dan Henry tidak tahu kalau ternyata sedari tadi keakraban
mereka bertiga di ruang tengah dilihat oleh sepasang mata yang tidak senang
akan kehadiran Hye Ri dan Henry. Dia melihat mereka seolah-olah merasakan
kecemburuan terhadap keakraban Hye Ri dan Henry. Apalagi namja itu juga sangat
akrab dengan adiknya. Sepasang mata itu masih terus melihat keakraban
ketiganya. Tapi, yang paling diawasi oleh sepasang mata itu adalah yeoja yang
telah perhatian padanya namun perhatiannya itu dibalas dengan sikap tidak
keperduliannya kepada yeoja itu. Tadi pagi, setelah dia mengusir yeoja itu, ada
timbul rasa bersalah. Dia ingin meminta maaf pada yeoja itu. Namun ketika dia
membuka pintu kamarnya dan keluar kamar, dia melihat ada seorang namja yang
akrab sekali dengan yeoja itu. Dia kaget. Hatinya panas melihatnya. Terlebih
namja itu juga akrab pada adiknya. Dia mengurungkan niatnya menemui si yeoja.
Kawan, sepasang mata itu milik Siwon.
A-I POV END
Siwon POV
Aku merasa bersalah sama Hye Ri. Dia yang datang baik-baik seperti dulu waktu
Alice, pacarku, masih hidup dan sering memintaku mengajarinya jika ada tugas
yang tidak dimengertinya, kini ku usir dia begitu saja. Adikku yang tahu itu
marah padaku tidak suka. Dia memang marah kalau aku membentak seorang gadis
yang dia kenal baik dan tidak pernah melakukan kesalahan. Aku juga tidak suka
adikku membentakku di depan orang lain terlebih di depan yeoja. Aku yang ingin
memarahi adikku hanya bisa menahan emosi dan ku lampiaskan kekesalanku pada
pintu kamarku yang ku banting rapat-rapat. Di kamar, aku teringat akan Alice. Lalau
berganti menjadi Hye Ri. Tapi tiba-tiba muncul rasa bersalah. Aku sudah terlalu
sering bersikap dingin padanya. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku begitu tidak
perduli padanya. Padahal selama ini, setelah Alice pergi, dialah satu-satunya
yeoja yang mengerti aku. Tapi aku hanya menganggapnya sebagai orang penyebab
kematian pacarku karena dia satu mobil dengan Alice di mana tragedi itu
terjadi. Aku tahu dia tidak bersalah. Aku mengetahuinya dari saksi mata yang
melihat dan menurut keterangan polisi yang menangani kasus itu. Bahkan, Hye Ri
sempat koma 3 bulan.Tapi kenapa aku benci setiap kali melihatnya? Entahlah aku
sendiri tidak tahu. Yang jelas sekarang aku sudah terlalu kasar padanya. Aku
harus minta maaf pada Hye Ri. Ku buka pintu kamarku dan melihatnya akrab dengan
namja lain yang tak ku tahu namanya, tapi aku tahu dia adalah teman kampus
adikku. Melihat semua itu hatiku panas. Tidak hanya akrab dengan Hye Ri, dia
juga akrab dengan adikku dan ku lihat adikku tertawa dengan lepasnya. Selama
ini, mungkin karena sikap jutekku, dia selalu aku marahi padahal hanya hal-hal
sepele. Yang paling aku tidak suka adalah saat namja itu menunjukkan perhatian
lebihnya pada Hye Ri. Dadaku sesak. Hey! Ada apa ini? Seolah-olah aku cemburu
padanya. Tapi ini tidak mungkin. Ku urungkan untuk menemuinya. Sebuah keputusan
bodoh, kata hati terdalamku.
Sore hari pukul 16.20....
Aku ingin keluar sambil menghirup udara segar di taman. Ku ambil kuci mobil dan
keluar kamar. Di depan, aku bertemu adikku. Heran melihatku rapi dan bawa kunci
mobil dia merengek ingin ikut.
“Oppa kau tampak rapi. Kau mau kemana? Bukannya hari ini kau tidak ada jadwal
kuliah?” pertanyaan bertubi-tubi menyerangku.
“Jangan jadi gadis bawel. Aku memang tidak ada kelas hari ini. Aku hanya ingin
keluar saja.” kataku ketus.
“Boleh aku ikut?” pinta adikku
“Ani,” jawabku datar dan berlalu tanpa pamit.
“Pelit sekali. Tapi ya sudahlah, aku juga mau menyiapkan ujianku besok.
Hati-hati ne Oppa,” adikku mengantarkanku keluar sambil menasihatiku.
Aku tidak menghiraukannya. Ku kemudikan mobilku dengan kecepatan agak tinggi.
Untunglah hari ini tidak hujan. Jadi aku akan bebas berlama-lama di taman. Eh,
tunggu yang kupikirkan kenapa jadi Hye Ri? Ah mulai gak waras aku ini.
Mungkinkah karena rasa bersalahku padanya tadi pagi? Bisa jadi. Aku makin gak
enak hati. Hey! Ada apa ini? Aku tidak fokus mengemudi karena bayangan Hye Ri
yang selalu dipikiranku.
Siwon POV END
A-I POV
Langit cerah berubah menjadi gelap seketika. Hujan perlahan turun. Gerimis
kecilpun berubah menjadi hujan deras. Siwon yang masih mengemudi menuju taman,
terjebak hujan dan ia memutuskan untuk berbalik arah. Tapi seperti ada yang
dipikirkan Siwon, namja itu terlihat tidak fokus meyetir. Ya, memang dia sedang
memikirkan Hye Ri. Makin lama hujan makin keras dan malampun semakin larut. Siwon
yang kehilangan konsentrasi menyetir tidak menyadari bahwa ada mobil yang
melaju dengan kecepatan tinggi dari arah yang berlawanan.
“AAAAAAAAAAAAAA”
Terdengar benturan keras.
GELAP
Sementara itu, Hye Ri yang sedang membaca novel di kamarnya dikejutkan dengan
hpnya yang berbunyi meraung-raung, tanda ada telepon masuk. Dilihatnya layar
ponselnya, ‘Soo Rim’ segera dijawabnya telepon dari Soo Rim.
“Ya Soo Rim. Ada apa?”
Mukanya berubah dari ceria menjadi cemas.
A-I POV END
Hye Ri POV
Aku senang sekali hari ini. Henry Oppa dan Soo Rim memberi warna dalam hidupku
hari ini. Aku cukup senang dengan perhatian mereka terlebih Henry Oppa yang ku
anggap sebagai kakak kandungku. Walau aku berharap Siwon Oppa juga bisa
memberikanku kebahagiaan itu, tapi aku nyaman dengan perhatian Henry Oppa
terhadapku. Hari ini saja, Oppa rela meluangkan waktunya hanya untukku. Mulai
dari membantuku mengerjakan tugas, mengantarkanku ke kampus, dan menemaniku ke
perpustakaan. Memang sih agak berlebihan, tapi itu persis sekali dengan apa
yang Hangeng Oppa lakukan untukku dulu. Aku menghormati dan menyayangi Henry
Oppa seperti yang ku lakukan untuk Hangeng Oppa.
Tiba-tiba ponselku berdering. Ringtone In My Dream dengan syahdu nan lembut
mengagetkanku. Ku lihat siapa yang menelepon, ah ternyata Soo Rim. Dengan
senangnya ku angkat telepon darinya.
“Ya Soo Rim. Ada apa?” tanyaku.
“Hiks... Hiks.... Eoni... Hiks...Hiks...”terdengar Soo Rim menangis sesegukkan.
“Hey! Kau kenapa cantik?”
“Eoni, Oppa! SIWON OPPA! Hiks..”
“Kenapa dengan Oppamu?” tanyaku agak khawatir.
“Hiks... Hiks... Oppa.... Opppaaa keceelaaaakaaann!” tangis Soo Rim makin
menjadi.
“MWO?”aku tak percaya.
“Eoni... Kau harus ke sini sekarang! Aku mohon Eoniii!” pinta Soo Rim.
“Di mana Oppamu dirawat? Nanti aku ke sana!”
“Di rumah sakit X No. 13A”
“Ok. Nanti aku ke sana.”
TUT. Sambungan diputus.
Aku kalap dan menangis sejadi-jadinya. Kemudian ku telepon Henry Oppa. Oppa
yang sudah tahu dari Soo Rim, sekarang sedang menuju rumahku.
15 menit kemudian di RS....
“Eoni jebal. Oppa harus melakukan transfusi darah. Banyak sekali ia kehilangan
darah. Tapi di sini tidak ada golongan darah yang cocok dengan Oppa. Hiks..
“Apa golongan darah Oppamu?” tanyaku sambil memeluk Soo Rim.
“B rhesus (-)” katanya dengan mata bengkak.
Aku terdiam. Soo Rim kembali menangis. Henry Oppa memeluk mendiamkannya.
“Aku bergolongan darah B. Mungkin aku bisa mendonorkan darahku untuknya.”
kataku pelan.
“APA?”tanya mereka berbarengan.
“Iya aku bergolongan darah B seperti Oppamu, Soo Rim. Kajja antarkan aku ke dokternya.”
Soo Rim dan Henry membantuku bertemu dengan dokter. Setelah diperiksa dan
ternyata memang darahku sama dengan golongan darah Siwon Oppa. Transfusipun
dilakukan secepat mungkin. Kulihat Henry Oppa dan Soo Rim mencemaskanku. Tapi
tekadku sudah bulat memberikan darahku untuk Siwon Oppa. Biarlah Oppa yang
kadang sering menyakitiku tidak tahu kalau aku melakukan ini semua karena aku
mencintainya. Henry Oppa menghampiriku yang akan masuk ruang operasi.
“Hye Ri, apakah kau yakin?” tanyanya khawatir.
“Aku yakin, Oppa doakan aku ne.” jawabku.
“Sudah kau pikirkan baik-baik?” tanyanya lagi.
“Ya. Aku sudah yakin. Aku melakukannya karena satu hal. Aku mencintainya, Oppa.
Aku tahu, dia tidak akan pernah mencintaiku. Aku mau dia mengerti bahwa aku
hanya ingin membuatnya tidak rapuh seperti dulu. Jangan cemaskan aku Oppa, aku
pasti bisa. Jikalau ini berhasil, aku berjanji akan jadi saengmu yang tidak manja
dan keras kepala lagi,”
Henry Oppa hanya bisa menangis. Soo Rim pun begitu.
“Hey! Jangan menangis, Oppa, Soo Rim. Aku tidak akan tenang masuk ke dalam
kalau kalian menangis.”
“Kami tidak menangis eoni,”kata Soo Rim menghapus air matanya. Lalu tersenyum
padaku.
2 perawat mendorong tempat tidurku memasuki ruang operasi. Kini aku di jajarkan
dengan Siwon Oppa. Kulihat wajahnya, tampak seperti dulu waktu Eoni Alice masih
hidup, selalu tampan dengan lesung pipitnya. Seolah-olah Oppa hanya tidur saja.
Padahal aku yakin, Oppa sedang berjuang melawan masa-masa kritisnya. Aku
diberikan obat bius yang kemudian membuat aku tertidur. Dalam mimpi aku bertemu
dengan Hangeng Oppa yang memberikan supportnya untukku. Dia juga meminta maaf
karena dia, aku harus memakai tongkat di setiap aktivitasku. Kedua aku
didatangi eoni Alice, dia memberikan semangat untukku dalam menjalani hidup.
Eoni juga berpesan agar menjaga namjachingunya. Aku kaget. Aku bilang ke eoni,
itu tidak mungkin. Tapi eoni terus memaksa. Dengan tidak tega aku
mengiyakannya. Ketiga Siwon Oppa yang di dunia nyata nampak dingin kini lebih
ramah padaku dan memintaku untuk menjadi yeojachingunya. Aku tapi sadar, itu
hanya mimpi. Dan aku bangun setelah tidur selama 10 jam yang aku tahu dari
cerita Soo Rim keesokkan harinya.
“Eoni! Kau siuman?” teriak Soo Rim.
“Ssttt. Jangan berisik! Kasihan Hye Ri,” kata Henry Oppa.
Soo Rim membekap mulutnya. Aku tersenyum pada keduanya. Keduanya pun membalas
dengan senyum juga. Ah, melihat senyum mereka, terutama Henry Oppa aku teringat
lagi dengan Oppaku. Aku menangis dan membuat mereka cemas. Henry Oppa keluar
dan memanggil dokter. Soo Rim masih di sebelahku mencoba menghibur. Aku masih
sesegukkan mencoba bangun, tapi kepalaku sakit. Aku tak mampu menahannya. Dan mataku
kembali terpejam.
Hye Ri POV END
Henry POV
Aku cemas melihatnya. Hye Ri masih belum membuka matanya. Sudah 10 jam dia tertidur,
dia tidak kunjung juga membuka kelopak matanya. Perasaanku makin tidak enak.
Tapi semuanya hilang ketika Soo Rim berteriak.
“Eoni! Kau siuman?” teriak Soo Rim.
“Ssttt. Jangan berisik! Kasihan Hye Ri,” kataku.
Aku dan Soo Rim tersenyum melihat Hye Ri akhirnya sadar. Diapun begitu. Tapi
entah mengapa tiba-tiba Soo Rim menangis. Aku dan Soo Rim berpandangan. Matanya
mengisyaratkan agar aku segera keluar menemui dokter. Tak lama setelah itu aku
dan dokter masuk ke ruangan Hye Ri. Ku lihat Hye Ri mengaduh menahan sakit di
kepalanya sampai akhirnya dia pingsan lagi. Kemudian aku dan Soo Rim disuruh
dokter keluar dari kamar. Aku hanya bisa berharap, adik temanku itu bisa
bertahan. Akhirnya kami memutuskan untuk ke ruangan Siwon yang hanya beda 3
kamar dari kamarnya Hye Ri. Masuk ke dalam, ternyata Siwon baru siuman. Begitu
tahu aku dan Soo Rim masuk, dia tersenyum. Siwon berusaha bangkit, tapi aku
buru-buru mencegahnya.
“Jangan dipaksakan bangun, Hyung!”kataku.
“Iya Oppa. Kau masih sakit. Banyaklah beristirahat,” Soo Rim mencegah kakaknya
bangun.
“Aku tahu. Tapi aku harus bangun. Badanku pegal kalau terlalu banyak
tidur,”katanya.
“Jangan, Oppa. Tak bisakah kau tidak keras kepala untuk saat ini saja?” marah
Soo Rim.
Kakaknya menurut. Dia kemudian bicara pada kami.
“Mana Hye Ri?” tanyanya.
“Hah?” respon kami bersamaan.
“Kenapa kalian menjawab begitu? Hye Ri mana?”
“Ah... Bukannya kau tidak terlalu perduli padanya? Kenapa sekarang kau
menanyakannya?” Soo Rim malah nanya balik.
Ku lihat Siwon terkejut adiknya bicara demikian. Aku menyikutnya.
“Aku hanya ingin minta maaf padanya. Aku tahu aku salah. Aku tidak seharusnya
bersikap jahat padanya. Aku menyesal. Sekarang kalian jawab! Di mana Hye Ri?”
Aku dan Soo Rim kaget Siwon akan berkata seperti itu.
“Eoni ada di kamar 16 Oppa. Dia masih tidak sadarkan diri setelah mendonorkan
darahnya untukmu dalam operasi kemarin.”
“MWO? Hye Ri yang mendonorkan darahnya padaku?” Siwon tak percaya.
“Iya Hyung. Hye Ri yang mendonorkan darahnya untukmu. Karena di rumah sakit
ini, stok golongan darahmu habis. Sementara itu kau kehilangan banyak sekali
darah. Kebetulan darah Hye Ri sama dengan golongan darahmu,” jelasku panjang
lebar.
Bicara Hye Ri, aku sampai lupa. Dia kan masih diperiksa dokter. Aku pamit pada
Soo Rim dan kakaknya. Soo Rim ingin ikut aku. Tapi aku melarangnya.
“Kau jaga kakakmu. Biar aku yang tanya bagaimana keadaan Hye Ri,”kataku sambil
keluar kamar.
“Ok. Kalau eoni sudah siuman, bilang padaku.”
Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum mengangguk.
Henry POV END
A-I POV
Dokter yang memeriksa Hye Ri menemui Henry. Dia menjelaskan bahwa keadaan Hye
Ri baik tapi ada sesuatu yang membuatnya lemah.
“Dari tadi saya mendengar dia menyebut nama seseorang. Mungkinkah yang disebut
Hye Ri adalah pacarnya?” tanya dokter.
“Saya tidak tahu. Yang saya tahu dia belum memiliki namjachingu,” Henry heran
tapi dia yakin yang dimaksud dokter adalah Siwon.
“Saya sarankan Anda membawa orang yang sedari tadi disebut adik Anda. Mungkin
dia bisa memberikan semangat hidup. Hatinya lemah. Jika tidak, adik Anda dalam
bahaya. Dia bisa saja meninggal.” jelas dokter panjang lebar.
“Baik dokter. Boleh saya tahu siapa nama yang disebutkan Hye Ri?” tanya Henry.
“Namanya SIWON.” kata dokter tersenyum dan kemudian pamit meninggalkan Henry.
Dugaan Henry tidak salah. Siwonlah yang dicintai adiknya. Dia menatap Hye Ri
yang masih terpejam dengan sedih. Dia tidak ingin yeoja yang dia sayangi pergi
karena sebuah cinta yang tak sampai. Henrypun keluar kamar dan segera menuju ke
kamar Siwon.
Sesampainya di kamar Siwon, dilihatnya Soo Rim sedang meledek kakaknya. Anak
ini, masih saja menyebalkan, pikirnya.
“Maaf aku mengganggu,” kata Henry.
“Ani. Masuklah,” kata Siwon.
Henry tersenyum. Dia menghampiri Soo Rim.
“Soo Rim, bolehkah aku bicara padamu? Empat mata!” kata Henry meminta.
“Soal apa?” tanya Soo Rim.
“Hye Ri,”
Mendengar nama Hye Ri disebut, telinga Siwon berdiri.
“Hye Ri? Kenapa dia?” tanyanya.
“Hmm, Hye Ri... Hye Ri...” Henry kaget Siwon ikut mendengarnya. Padahal dia
ngomong ke Soo Rim dengan berbisik.
“Yak! Kenapa kau kaget begitu? Kenapa dia?”
“Kajja, Mochi! Cerita saja! Ada apa dengan eoni?”
“Hyung, apakah kau sudah diperbolehkan dokter turun dari tempat tidur? Kalau
sudah, tolonglah Hye Ri,Hyung. Dia...” Henry mulai bercerita. Belum selesai,
dia dipotong Siwon.
“Kenapa Hye Ri?” tanyanya tidak sabar.
“Dia mengigau. Dalam tidurnya dia menyebut namamu. Kata dokter orang yang
disebut Hye Ri harus dapat memberikannya semangat agar dia sadar. Kalau tidak
dia akan pergi selamaya. Itu karena hatinya sangat lemah,” jelas Henry panjang
lebar. Tak terasa butiran bening di sudut matanyayang dari tadi ditahannya
tumpah. Siwon ternganga. Soo Rim menangis.
“Apa separah itu? Kasian eoni. Ah iya. Oppa kau kan sudah boleh banyak bergerak
kata dokter tadi. Besok kau jengguk eoni, ya!” kata Soo Rim dengan muka agak
sumringah.
“Mwo? Tapi aku kan...” jawab Siwon terbata-bata.
“Kau tidak boleh menolaknya! Sekalian kau minta maaf sama eoni, Oppa!” suruh
Soo Rim.
“Iya Hyung. Please help her!” Henry meminta.
“Baiklah kalau begitu. Besok akan ku jenguk dia,”
“Gumawo, Oppa, udah mau membantu menyelamatkan eoni,”
Siwon mengacak-ngacak rambut adiknya. Henry hanya terseyum lega. Akhirnya dia
pamit pulang.
“Ne, pulanglah.” kata Siwon.
“Hati-hati Mochi!” nasihat Soo Rim dan dibalas dengan anggukkan Henry.
Tapi Henry tidak pulang ke rumahnya. Dia pulang ke tempat adiknya yang masih
terlelap dengan damai di alam bawah sadarnya.
A-I POV END
Henry POV
Aku hanya bisa menangis melihat Hye Ri. Dia masih belum mau membuka matanya.
Masih saja terlelap dalam tidurnya. Aku berharap dia kuat. Aku bertekad hari
ini aku tidak pulang ke rumah. Aku akan menjaganya sampai dia sadar dan kembali
seperti dulu. Aku tidak mau Hyung Hangeng kecewa dan sedih di sana karena aku
tidak menjaga adiknya. Aku duduk di sofa sambil melihat pemandangan di balik
jendela rumah sakit. 5 menit kemudian aku tertidur.
3 jam kemudian
“Siwon Oppa, mianhae. Aku bukan bermaksud
untuk menggantikan eoni Alice. Aku memang mencintaimu. Tapi aku tahu, kau tidak
akan pernah mencintaiku. Aku mau kau mengerti bahwa aku hanya ingin membuatmu
tidak rapuh seperti dulu. Mianhae Oppa. Mianhae.” Hye Ri mengigau lagi
dalam ketidaksadarannya.
Aku yang bangun dan kaget karena igauan Hye Ri. Aku mendengarnya dengan jelas,
walau Hye Ri mengigaunya degan suara pelan. Kemudian aku melihatnya menangis.
Aku yang bingung berlari keluar dan menuju kamar Siwon.
Di depan kamarnya aku buka pintunya
dengan hati-hati. Ku bangunkan Siwon dengan perlahan.
“Hyung. Bangunlah!”
Siwon membuka matanya. Dia nampak terkejut.
“Ada apa Henry? Katanya kau mau pulang?” tanyanya.
“Aku tidak jadi pulang. Aku menunggui Hye Ri. Maaf Hyung kalau kau tidak
keberatan, ikut aku ke kamar Hye Ri. Please! Now!”
“Hye Ri kenapa?”
“Nanti kau akan tahu,”
“Baiklah. Aku ke sana. Oh ya, jangan kau bangunkan Soo Rim. Kasihan dia,” kata
Siwon menunjuk adiknya yang tertidur di sofa.
“Ne. Ayo Hyung! Aku bantu,” aku membantu Siwon berjalan ke tempat Hye Ri.
Tidak sampai 5 menit aku dan Siwon sudah berada di kamar Hye Ri. Hye Ri masih
mengigau. Aku heran, igauannya masih sama. Air matanya bertambah deras. Aku
prihatin. Kulirik Siwon yang nampak pias tidak percaya dengan apa yang
diigaukan Hye Ri.
“Siwon Oppa, mianhae. Aku bukan bermaksud
untuk menggantikan eoni Alice. Aku memang mencintaimu. Tapi aku tahu, kau tidak
akan pernah mencintaiku. Aku mau kau mengerti bahwa aku hanya ingin membuatmu
tidak rapuh seperti dulu. Mianhae Oppa. Mianhae.” Lalu Hye Ri berhenti
mengigau.
“Hyung. Aku mohon. Berilah dia semangat. Aku takut ada apa-apa sama Hye Ri.”
“Iya Henry pasti. Aku tidak menyangka dia mencintaiku dengan tulus. Tapi aku
malah menyakitinya. Aku menyesal. Andai dia sadar, aku pasti akan meminta maaf
padanya dan akan aku bilang, aku juga mencintainya,” Siwon menangis.
Aku tercengang melihatnya menangis. Aku bantu dia duduk di samping Hye Ri. Lalu
aku keluar, pamit padanya ke toilet.
Sempat ku dengar Siwon bilang, “Hye Ri bangunlah. Aku mencintaimu,” Aku
tersenyum dan melangkah keluar.
Henry POV END
A-I POV
Ada satu hal yang tidak dimengerti Siwon dan Henry ketika Siwon bilang dia juga
mencintai Hye Ri, (Oppa aku sedih saat kau bilang itu tapi aku maklum dia lebih
membutuhkanmu.#abaikan) saat itu juga Hye Ri tersadar dari tidurnya. Dia hanya
lelah untuk membuka mata. Hanya senyum yang terlihat, menandakan dia bahagia.
Namun tetap saja, Siwon tidak menyadari itu. Dia terus mencium tangan Hye Ri.
Tapi dia tidak kunjung membuka mata. Karena masih lemah, Siwonpun tertidur di
sebelah Hye Ri.
5 jam kemudian...
Hye Ri terbangun. Henry yang sudah kembali ke kamar Hye Ri melihatnya sadar
segera memanggil dokter. Hye Ri tersenyum pada Oppanya yang siaga menjaganya.
Walau Henry bukan kakak kandungnya, tapi sosok Henry baginya adalah Hangeng,
kakak yang dicintainya. Dia lalu menoleh ke kanan. Dilihatnya wajah namja yang
sangat dia cintai tidur dengan pulasnya. Hye Ri kaget. Dia berniat membangunkan
Siwon, tapi dia tidak enak hati. Tangannya yang lemah mencoba menyentuh wajah
Siwon. Namun sebelum sempat menyentuhnya, tiba-tiba Siwon terbangun dari
tidurnya.
“Hye Ri! Kau sudah sadar?” tanyanya sumringah.
“Oppa,” sahutnya pelan. “Kau datang untuk menjengukku?”
Siwon tersenyum. Dia memegang tangan yeoja cantik itu.
“Ne chagi. Akhirnya kau sadar juga. Aku mencemaskanmu. Mianhae, aku sudah
menyakitimu,” tanpa sadar Siwon menangis.
“Tunggu dulu. Kau memanggilku chagi? Lalu kenapa kau menangis, Oppa?” Hye Ri
terkejut.
“Aku hanya igin minta maaf padamu. Sudikah kau memaafkanku?”
Mata Hye Ri berkaca-kaca lalu tersenyum. Manis sekali.
“Kau sudah ku maafkan sejak lama, Oppa. Tapi kau belum jawab pertanyaanku yang
pertama. Kau memanggilku chagi?”
Siwon kikuk. Tapi dia langsung menunduk dan mencium kening Hye Ri.
“Maukah kau menjadi yeojachinguku? Katakan ya, Hye Ri-ah. Sarangheyo,” katanya
berbisik.
Belum sempat Hye Ri menjawab, dokter dan Henry masuk. Siwon bangun dari
kursinya kemudian dokter memeriksa Hye Ri. Tak lama kemudian, dokter berbalik
arah ke arah Henry.
“Henry, adikmu sudah melewati masa kritisnya. 2 hari lagi, dia boleh pulang,”
kata dokter.
“Benarkah itu, dokter?” tanyanya tak percaya.
“Iya. Permisi,” sahut dokter lagi.
“Oppa, aku kapan pulang?” Hye Ri bergerak untuk bangun tapi dilarang Henry.
“Lusa kau sudah boleh pulang Hye Ri. Kau sudah baikan?” tanya Henry.
“Ne. Akhirnya aku pulang juga,” katanya dengan ceria dan suara lemah. Hye Ri
lalu tersenyum pada kedua Oppanya.
“Siwon Oppa. Maukah kau mengantarku pulang, lusa nanti?” tanya Hye Ri
tiba-tiba.
“Pasti kuantar kau pulang, Hye Ri. Tapi kau belum menjawab pertanyaanku?”
“Pertanyaan apa?” kata Hye Ri pura-pura tidak tahu.
“Maukah kau menjadi yeojachinguku? Hye Ri, Sarangheyo.”
Hye Ri terdiam. Lalu berkata, “Ne, Oppa. Nado saranghae.”
Hye Ri tersenyum pada Siwon. Siwon membalasnya dengan ciuman di kening
yeojachingunya. Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Soo Rim di sana. Dia masuk
sambil membawa sarapan dan tentu saja buah untuk eoni dan oppanya.
“Annyeonghaseyo. Eoni, kau sudah sadar?” pekiknya.
“Ne.” Hye Ri tersenyum pada Soo Rim.
“Syukurlah. Kalau begitu kalian semua harus makan ini,” Soo Rim mengeluarkan
sarapan untuk mereka berempat.
“Mochi! Kau bantu aku!” perintahnya pada Henry.
Henry tersenyum tanda setuju. Dia lalu membantu Soo Rim membagi makanan sama
rata.
“Hye Ri, kau makan ya?” kata Henry.
“Ani, Oppa....” Hye Ri geleng-geleng kepalanya tidak mau.
“Ayolah, kau jangan jadi adik yang keras kepala. Kau kan sudah berjanji
padaku?” Henry agak kesal mendengar adiknya ngomong seperti itu.
“Aku belum menyelesaikan kata-kataku, Oppa,” Hye Ri merajuk.
Henry bingung.
“Ani kalau Siwon Oppa tidak mau makan bareng sama aku,” tanya mengerling mata
ke Siwon.
Henry, Soo Rim, dan Siwon yang mendengar perkataan Hye Ri hanya bisa tertawa.
“Hahaha eoni mau disuapi Oppaku ini? Kau manja sekali eoni,” kata Soo Rim.
Perkataan Soo Rim membuat Hye Ri malu sekaligus ngambek.
“Kenapa kalian mentertawakan aku? Ya sudah aku tidak usah makan saja,!”
“Aishh kau jangan merajuk gitu chagi. Baiklah aku suapi, ne,” kata Siwon
akhirnya.
Siwon mengambil bubur dari tangan adiknya dan mulai menyuapi Hye Ri.
“Makasih Oppa,” kata Hye Ri ketika selesai makan dan minum susu coklat
kesukaannya.
“Ne. Sekarang kau istirahat. Aku mau keluar dulu sebentar,” kata Siwon.
Hye Ri nurut. Siwon, Henry dan Soo Rim meninggalkan Hye Ri yang mulai tertidur
sendiri.
3 hari kemudian....
Hye Ri sudah diperblehkan pulang. Dia tidak hanya diantar dengan Henry. Tapi
ada namjachingu dan adiknya yang mengantarnya pulang. Kondisinya sekarang
benar-benar telah pulih, namun masih harus tetap chek up ke dokter. Dalam
perjalanan pulang, Hye Ri tidak mau langsung pulang ke rumah, dia ingin
mengajak orang yang sangat dia sayangi pergi ke taman seperti kebiasaannya
dengan kakaknya dulu. Tapi karena Henry dan Soo Rim ada jam kuliah, mereka
tidak bisa menemani Hye Ri terlalu lama di taman. Tinggalah Hye Ri berdua
dengan Siwon.
A-I POV END
Hye Ri POV
Aku merasa menjadi gadis yang sempurna dalam ketidaksempurnaanku. Akhirnya,
Tuhan memberikan kasih dan sayang-Nya. Kini, hidupku menjadi lebih indah karena
masih banyak orang yang mencintaiku. Aku juga bersyukur, pria yang kucintai,
sekarang sangat sayang padaku. Hari ini aku diperbolehkan pulang oleh dokter.
Aku diantar oleh Henry Oppa, Soo Rim, dan tentu saja, Siwon Oppa, yang telah
menjadi namjachinguku. Di mobil, aku meminta agar Henry Oppa tidak langsung
membawaku pulang ke rumah. Aku ingin mengajak mereka bertiga ke taman, tempat
biasa ku habiskan waktu dengan kakakku. Henry Oppa mengiyakan, tapi dia dan Soo
Rim harus segera ke kampus, karena ada jam kuliah. Aku kecewa, tapi
kekecewaanku hilang karena masih ada Siwon Oppa yang mau menemaniku. Mobil
berhenti di taman. Aku turun dibantu Siwon Oppa dan melambaikan tangan saat
mobil Henry Oppa melaju meninggalkan kami. Lalu, aku mengajak Siwon Oppa ke
tempat yang menjadi base campku dengan Hangeng Oppa.
“Bagus tidak pemandangan di sini, Oppa?” tanyaku pada Siwon Oppa.
“Ya. Indah sekali. Aku baru pernah ke tempat yang sebagus ini,” jawabnya
tersenyum.
Aku membalas senyumannya. Kami berdua duduk menikmati pemandangan. Persis
seperti jadwal rutinitasku, yaitu setiap hari Sabtu duduk bersama di taman bersama
Hangeng Oppa.
“Hye Ri,” kata Siwon Oppa tiba-tiba.
“Ne, Oppa?” balasku
“Terima kasih atas perhatianmu padaku selama ini,”
“Kembali,” kataku sambil tersenyum.
“Mungkin ini terlalu cepat. Tapi itu lebih baik. Maaf sebelumnya, aku bukanlah
orang yang romantis. Would you marry me?” tanyanya sambil memegang kotak kecil
berwarna merah hati.
Aku kaget tak menyangka, Siwon Oppa akan secepat itu melamarku.
“Please say ‘YES’ ” katanya lagi sembari memasangkan cincin yang dia keluarkan
dari kotak kecil.
Cincin itu kini berpindah tempat dan melingkar manis di jariku. Aku merasa ini
mimpi, tapi ini kenyataan. Aku tersenyum kepada Siwon Oppa dan mengangguk tanda
setuju. Oppa memelukku. Dia menundukkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke
arahku, dan mendaratkan sebuah kecupan. Aku membalasnya. Oppa kembali memelukku
erat. Melingkarkan tangannya dipinggangku. Kemudian aku menyandarkan kepalaku
dibahunya sambari duduk melihat langit.
Matahari yang menjorok ke ufuk barat melengkapi indahnya sore itu.
Hye Ri POV END
TAMAT
FIN
THE END
A-I,
8 Desember 2012