Labels

Sunday 16 December 2012

Sahabat yang Pergi

Ini adalah cerpen yang bikin aku hampir menangis. :'(

Silakan di baca :D



Hidup ini, tak seindah pelangi yang menghiasi hari-hariku. Ya, benar. Hidupku serasa hampa tatkala Shira, sahabat setiaku meninggalkanku untuk selamanya. Mau tahukah sifatnya selama hidupnya? Aku akan menceritakan salah satu dari banyaknya kenangan manis yang dia berikan padaku. Hari itu.....
“Disha, kita main bulu tangkis yuk,” ajak Shira di Minggu.
“Mau sih, Ra. Tapi apa kamu sehat dan bisa melompatnya?” tanyaku khawatir.
“Liat nih! Aku bugar kan? Tak kelihatan sakit?” Shira mengedipkan mata dan melompat-lompat ringan.
Aku memang selalu khawatir dengan kondisi Shira. Sejak kecil, Shira memiliki penyakit di daerah kakinya. Aku tak tahu persis penyakit apa itu, tapi ketika kambuh, dia akan mengerang tanpa kendali. Selain itu, Shira memiliki kelainan pada paru-parunya. Aku takut saat Shira kecapean, dia tiba-tiba pingsan, akibat penyakitnya kambuh.
“Lama banget sih Dis?!” kata Shira.
“Ya maaf, Ra. Aku kan lama karena harus mandi dulu, lalu nyiapin raket dan shuttle cocknya. Ayo! Aku sudah siap nih,” balasku.
“Dasar, Disha Disha. Ayo! Gerak Cepat!!!” bentak Shira.
“Duh, temanku yang satu ini bawel banget. Sudah kaya...”
“Kaya apa?” potong Shira.
“Kaya bebek!! Aduh!” tanganku langsung dicubit sama Shira.
“Makanya jangan resek deh jadi orang,” semakin keras Shira mencubit lenganku.
“Stop, Ra! Stoopp!!! Oke-oke, aku minta maaf,” aku mengaduh.
Dilepaskannya lenganku. Tak tahukah bagaimana rasanya cubitan Shira? Langsung biru-biru lenganku. Ini anak perempuan, tapi cubitannya kayak tukang bagunan, keras banget, kataku dalam hati. Sesampainya di lapangan bulu tangkis, aku dan Shira langsung pemanasan. Setelah itu, dilanjutkan dengan kami bermain bulu tangkis. Shira serve. Aku mengembalikannya. Begitu seterusnya sampai akhirnya skorku kalah telak dengan Shira.
“Yey!!! Aku menang!”teriaknya.
“Selamat ya Ra, kamu menang lagi,” ujarku memberikan selamat.
“Ya, kamu juga hebat. Hanya kurang lincah dari kaki-kakiku. Hahaha..” katanya sambil tertawa meledekku.
Kami tertawa terbahak-bahak. Aku tahu, Shira memang berbakat dalam olahraga bulu tangkis. Kakeknya adalah mantan pemain bulu tangkis. Wajar kalau bakat kakeknya menurun ke dalam dirinya. Sayangnya, penyakit kaki yang dideritanya menghalangi Shira masuk klub bulu tangkis.
Shira dengan wajah berserinya mengajakku pulang karena dia ada jadwal untuk terapi pernapasannya. Dia berjanji untuk membelikanku es pisang ijo, makanan favorit kami. Tapi hari itu, Shira tak mau memakannya di tempat, melainkan dibungkus untuk dimakannya di rumah. Aku yang merasa tak enak juga membungkusnya. ‘Tumben banget Shira gak makan di sini. Ah, sudah Dis jangan berpikiran yang tidak-tidak.’ Hatiku tidak enak. Tapi tak ku tunjukkan di depan Shira.
“Hey! Kenapa Dis?” tanya Shira heran.
“Ugh. Gak.” Jawabku kaget.
“Oh, ini buatmu. Makasih ya sudah menemani aku main bulu tangkis.”
“Sama-sama. Makasih juga ya, esnya. Kamu kayaknya terburu-buru, Ra?” tanyaku memberanikan diri.
“Iya, Dis. Aku mau pergi terapi. Ini juga mendadak. Tumbenan pihak sana bilang jadwal di percepat. Eh aku duluan ya Dis,” kata Shira ketika dilihatnya mobil ayahnya.
“Oh. Ok. Hati-hati ya, Ra. Semoga cepat sembuh.” balasku.
“Siipp. Oh ya, minggu depan aku tunggu di sini. Kita main bulu tangkis lagi. Dah Disha.” lanjut Shira.
Kulihat mobil Shira bergerak menjauh. Entah mengapa aku menjadi berat untuk jauh dari Shira. Ku harap Shira baik-baik saja. Tapi hatiku selalu bergemuruh jika ingat dengan lima huruf itu, S-H-I-R-A. Berhari-hari Shira tak main bertamu ke rumahku. Ketika aku yang bertamu ke rumahnya, rumahnya tampak sepi. Pembantunya bilang, setiap hari di waktu Subuh, keluarga Shira selalu membawa Shira ke tempat terapi Shira. Pulang selalu larut malam dan paginya sudah harus bertolak pergi ke tempat terapi itu. Kasihannya temanku, Shira. Di masa remajanya, dia harus melawan penyakit yang menyerang dirinya.
Seminggu berlalu. Shira lama tak kelihatan. Dia juga tak datang ke lapangan bulu tangkis, seperti janji terdahulunya padaku. Hatiku galau. Shira sms aku 2 hari yang lalu. Katanya, dia capek dengan terapi yang dijalaninya. Jika sedang berada di sana, dia hanya mau pulang dan main bulu tangkis atau hanya  sekedar makan es pisang ijo kesukaan kami. Dia kangen sama aku begitupun sebaliknya. Aku balas smsnya, ‘Kamu harus kuat, Ra. Semua ini hanya untuk kesembuhanmu semata. Yang sabar ya. Jangan lupa doa sama Allah agar disembuhkan penyakitmu.’
Shirapun membalas kembali, ‘Iya, sayang J Makasih ya supportmu.’
Sebulan kemudian....
Tak disangka, Shira bertamu ke rumahku. Aku senang sekali. Sahabatku kini kembali kepadaku. Dia mengajakku untuk mengikuti  kebiasaannya yaitu, main bulu tangkis. Kali ini aku tak boleh lama berkemas diri. Dengan cepatnya aku menyiapkan diri untuk bermain bulu tangkis dengan Shira. Shira kelihatan ceria, tapi matanya layu. Kali ini pengasuh Shira ikut menemani kami. Seperti biasa, Shira bermain dengan energik. Aku hanya menang satu set saja, 2 set lainnya dimenangkan Shira.
Tapi entah mengapa tiba-tiba dia kemudian jatuh tersungkur. Aku segera berlari kearahnya dan menahannya. Pengasuhnya segera menelepon sopir dan orang tua Shira. Aku panik tak kepalang. Shira yang sehari-hari ku lihat ceria kini lemah tak berdaya di pangkuanku. Dengan air berlinang, aku menjerit histeris memanggil namanya.
“Shirraa! Bangun Ra! Shiraa bangun. BBAAANGGGUUUUNNNN!!!!!!” teriakku.
Shira tak bergeming. Tak lama kemudian sopir dan orangtua Shira segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku diajaknya untuk ikut. Dalam perjalanan, aku berharap Shira akan terselamatkan. Dugaanku, Shira stress akibat terapi yang di jalaninya. Banyak obat yang masuk juga bisa mengakibatkan keracunan. Shira segera di bawa ke ruang UGD. Sejam lamanya aku dan orangtua Shira menunggu. Tak lama kemudian, dokter yang memeriksa Shira keluar dengan wajah pias. Dia menerangkan bahwa Shira telah meninggal. Shira over dosis, kecapek.an dan stress tinggkat tinggi. Ya Allah! dugaanku benar. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Temanku yang baik dan setia itu telah meninggal. Dia pergi meninggalkan aku seorang. Tangis meluap pada orangtua Shira. Kami diizinkan dokter untuk melihat jasad Shira untuk yang terakhir kalinya.
“Teganya kau meninggalkan aku, kawan. Bangunlah Shiiiiirrrrraaaaaaaaaaaaaa! BBAAANGGGUUUUNNNN!!!!!!” teriakku menyuruhnya bangun.
Apalah daya, dia telah tidur dengan pulasnya untuk selama-lamanya. Seorang sahabat yang ku kenal sejak kecil kini tiada. Dia terbang jauh ke sana dan tidak akan bisa bermain denganku lagi kecuali kita dapat bertemu lagi nanti di surga. Ku liat wajahnya Shira untuk terakhir kalinya, wajahnya tersenyum. Manis sekali.
“Shira, tunggu aku di surga. Tunggu aku. Nanti di sana kita akan bermain bulu tangkis bersama lagi. Pergilah dengan tenang. Aku dan orangtuamu akan selalu mencintaimu,” aku mencium keningnya yang dingin.
Kenangan indah saat detik-detik terakhir hidupnya, aku masih dapat bermain dengannya . Aku jadi trauma dengan permainan bulu tangkis. Ya, aku trauma sekali dengan bulu tangkis. Karena kecapek.an memainkannya temanku harus meregang nyawa. Dalam hati aku bergumam, ‘Mengapa tidak ku larang dia main bulutangkis? Mengapa? Mianhae,Shira! Aku menyesal. Sayang semuanya terlambat. Sering sekali ku menyalahkan diri sendiri. Aku tahu bahwa itu juga karena sakit dan over dosis obat-obatan non herbal. Tapi aku yakin dia senang dengan rumah barunya, surga.
                Sekarang semuanya sudah terlambat. Dia sudah meninggalkanku di dunia yang sementara ini. Tapi, aku akan tetap selalu mengenang dia di dalam lubuk hatiku sebagai sahabat yang terbaik bagiku J        
Semua kenangan yang telah kulewati bersamanya takkan pernah pudar walau ia telah pergi dan takkan kembali lagi untukku. Saat kita tertawa, saat kita bermain bersama, saat kita cerita-cerita bersama. Sahabatku Shira, kau adalah segalanya bagiku. Ku putar musik di Laptop, Semua Tentang Kita by PETERPAN, band kesayanganku dan Shira. Ku harap di atas sana Shira juga bisa melihatku yang selalu menyayanginya di sini. Semoga.
SEMUA TENTANG KITA
(PETERPAN)
Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan CERITA TENTANG KITA
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka saat kita tertawa
Teringat di saat
Kita tertawa bersama
CERITAKAN SEMUA TENTANG KITA
Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka saat kita tertawa




A-I, with SJ&Peterpan

No comments: