Ini adalah cerpen yang bikin aku hampir menangis. :'(
Silakan di baca :D
Silakan di baca :D
Hidup ini, tak seindah pelangi
yang menghiasi hari-hariku. Ya, benar. Hidupku serasa hampa tatkala Shira,
sahabat setiaku meninggalkanku untuk selamanya. Mau tahukah sifatnya selama
hidupnya? Aku akan menceritakan salah satu dari banyaknya kenangan manis yang
dia berikan padaku. Hari itu.....
“Disha, kita main bulu tangkis
yuk,” ajak Shira di Minggu.
“Mau sih, Ra. Tapi apa kamu sehat
dan bisa melompatnya?” tanyaku khawatir.
“Liat nih! Aku bugar kan? Tak
kelihatan sakit?” Shira mengedipkan mata dan melompat-lompat ringan.
Aku memang selalu khawatir dengan
kondisi Shira. Sejak kecil, Shira memiliki penyakit di daerah kakinya. Aku tak
tahu persis penyakit apa itu, tapi ketika kambuh, dia akan mengerang tanpa
kendali. Selain itu, Shira memiliki kelainan pada paru-parunya. Aku takut saat
Shira kecapean, dia tiba-tiba pingsan, akibat penyakitnya kambuh.
“Lama banget sih Dis?!” kata
Shira.
“Ya maaf, Ra. Aku kan lama karena
harus mandi dulu, lalu nyiapin raket dan shuttle
cocknya. Ayo! Aku sudah siap nih,” balasku.
“Dasar, Disha Disha. Ayo! Gerak
Cepat!!!” bentak Shira.
“Duh, temanku yang satu ini bawel
banget. Sudah kaya...”
“Kaya apa?” potong Shira.
“Kaya bebek!! Aduh!” tanganku
langsung dicubit sama Shira.
“Makanya jangan resek deh jadi
orang,” semakin keras Shira mencubit lenganku.
“Stop, Ra! Stoopp!!! Oke-oke, aku
minta maaf,” aku mengaduh.
Dilepaskannya lenganku. Tak
tahukah bagaimana rasanya cubitan Shira? Langsung biru-biru lenganku. Ini anak
perempuan, tapi cubitannya kayak tukang bagunan, keras banget, kataku dalam
hati. Sesampainya di lapangan bulu tangkis, aku dan Shira langsung pemanasan.
Setelah itu, dilanjutkan dengan kami bermain bulu tangkis. Shira serve. Aku
mengembalikannya. Begitu seterusnya sampai akhirnya skorku kalah telak dengan
Shira.
“Yey!!! Aku menang!”teriaknya.
“Selamat ya Ra, kamu menang
lagi,” ujarku memberikan selamat.
“Ya, kamu juga hebat. Hanya
kurang lincah dari kaki-kakiku. Hahaha..” katanya sambil tertawa meledekku.
Kami tertawa terbahak-bahak. Aku
tahu, Shira memang berbakat dalam olahraga bulu tangkis. Kakeknya adalah mantan
pemain bulu tangkis. Wajar kalau bakat kakeknya menurun ke dalam dirinya.
Sayangnya, penyakit kaki yang dideritanya menghalangi Shira masuk klub bulu
tangkis.
Shira dengan wajah berserinya
mengajakku pulang karena dia ada jadwal untuk terapi pernapasannya. Dia
berjanji untuk membelikanku es pisang ijo, makanan favorit kami. Tapi hari itu,
Shira tak mau memakannya di tempat, melainkan dibungkus untuk dimakannya di
rumah. Aku yang merasa tak enak juga membungkusnya. ‘Tumben banget Shira gak
makan di sini. Ah, sudah Dis jangan berpikiran yang tidak-tidak.’ Hatiku tidak
enak. Tapi tak ku tunjukkan di depan Shira.
“Hey! Kenapa Dis?” tanya Shira
heran.
“Ugh. Gak.” Jawabku kaget.
“Oh, ini buatmu. Makasih ya sudah
menemani aku main bulu tangkis.”
“Sama-sama. Makasih juga ya,
esnya. Kamu kayaknya terburu-buru, Ra?” tanyaku memberanikan diri.
“Iya, Dis. Aku mau pergi terapi.
Ini juga mendadak. Tumbenan pihak sana bilang jadwal di percepat. Eh aku duluan
ya Dis,” kata Shira ketika dilihatnya mobil ayahnya.
“Oh. Ok. Hati-hati ya, Ra. Semoga
cepat sembuh.” balasku.
“Siipp. Oh ya, minggu depan aku
tunggu di sini. Kita main bulu tangkis lagi. Dah Disha.” lanjut Shira.
Kulihat mobil Shira bergerak
menjauh. Entah mengapa aku menjadi berat untuk jauh dari Shira. Ku harap Shira
baik-baik saja. Tapi hatiku selalu bergemuruh jika ingat dengan lima huruf itu,
S-H-I-R-A. Berhari-hari Shira tak main bertamu ke rumahku. Ketika aku yang
bertamu ke rumahnya, rumahnya tampak sepi. Pembantunya bilang, setiap hari di
waktu Subuh, keluarga Shira selalu membawa Shira ke tempat terapi Shira. Pulang
selalu larut malam dan paginya sudah harus bertolak pergi ke tempat terapi itu.
Kasihannya temanku, Shira. Di masa remajanya, dia harus melawan penyakit yang
menyerang dirinya.
Seminggu berlalu. Shira lama tak
kelihatan. Dia juga tak datang ke lapangan bulu tangkis, seperti janji
terdahulunya padaku. Hatiku galau. Shira sms aku 2 hari yang lalu. Katanya, dia
capek dengan terapi yang dijalaninya. Jika sedang berada di sana, dia hanya mau
pulang dan main bulu tangkis atau hanya
sekedar makan es pisang ijo kesukaan kami. Dia kangen sama aku begitupun
sebaliknya. Aku balas smsnya, ‘Kamu harus kuat, Ra. Semua ini hanya untuk
kesembuhanmu semata. Yang sabar ya. Jangan lupa doa sama Allah agar disembuhkan
penyakitmu.’
Shirapun membalas kembali, ‘Iya,
sayang J
Makasih ya supportmu.’
Sebulan kemudian....
Tak disangka, Shira bertamu ke
rumahku. Aku senang sekali. Sahabatku kini kembali kepadaku. Dia mengajakku
untuk mengikuti kebiasaannya yaitu, main
bulu tangkis. Kali ini aku tak boleh lama berkemas diri. Dengan cepatnya aku menyiapkan
diri untuk bermain bulu tangkis dengan Shira. Shira kelihatan ceria, tapi
matanya layu. Kali ini pengasuh Shira ikut menemani kami. Seperti biasa, Shira
bermain dengan energik. Aku hanya menang satu set saja, 2 set lainnya
dimenangkan Shira.
Tapi entah mengapa tiba-tiba dia
kemudian jatuh tersungkur. Aku segera berlari kearahnya dan menahannya.
Pengasuhnya segera menelepon sopir dan orang tua Shira. Aku panik tak kepalang.
Shira yang sehari-hari ku lihat ceria kini lemah tak berdaya di pangkuanku.
Dengan air berlinang, aku menjerit histeris memanggil namanya.
“Shirraa! Bangun Ra! Shiraa
bangun. BBAAANGGGUUUUNNNN!!!!!!” teriakku.
Shira tak bergeming. Tak lama
kemudian sopir dan orangtua Shira segera membawanya ke rumah sakit terdekat.
Aku diajaknya untuk ikut. Dalam perjalanan, aku berharap Shira akan
terselamatkan. Dugaanku, Shira stress akibat terapi yang di jalaninya. Banyak
obat yang masuk juga bisa mengakibatkan keracunan. Shira segera di bawa ke
ruang UGD. Sejam lamanya aku dan orangtua Shira menunggu. Tak lama kemudian,
dokter yang memeriksa Shira keluar dengan wajah pias. Dia menerangkan bahwa
Shira telah meninggal. Shira over dosis, kecapek.an dan stress tinggkat tinggi.
Ya Allah! dugaanku benar. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Temanku yang baik
dan setia itu telah meninggal. Dia pergi meninggalkan aku seorang. Tangis
meluap pada orangtua Shira. Kami diizinkan dokter untuk melihat jasad Shira
untuk yang terakhir kalinya.
“Teganya kau meninggalkan aku,
kawan. Bangunlah Shiiiiirrrrraaaaaaaaaaaaaa! BBAAANGGGUUUUNNNN!!!!!!” teriakku
menyuruhnya bangun.
Apalah daya, dia telah tidur
dengan pulasnya untuk selama-lamanya. Seorang sahabat yang ku kenal sejak kecil
kini tiada. Dia terbang jauh ke sana dan tidak akan bisa bermain denganku lagi
kecuali kita dapat bertemu lagi nanti di surga. Ku liat wajahnya Shira untuk
terakhir kalinya, wajahnya tersenyum. Manis sekali.
“Shira, tunggu aku di surga.
Tunggu aku. Nanti di sana kita akan bermain bulu tangkis bersama lagi. Pergilah
dengan tenang. Aku dan orangtuamu akan selalu mencintaimu,” aku mencium
keningnya yang dingin.
Kenangan indah saat detik-detik
terakhir hidupnya, aku masih dapat bermain dengannya . Aku jadi trauma dengan
permainan bulu tangkis. Ya, aku trauma sekali dengan bulu tangkis. Karena
kecapek.an memainkannya temanku harus meregang nyawa. Dalam hati aku bergumam,
‘Mengapa tidak ku larang dia main bulutangkis? Mengapa? Mianhae,Shira! Aku
menyesal. Sayang semuanya terlambat. Sering sekali ku menyalahkan diri sendiri.
Aku tahu bahwa itu juga karena sakit dan over dosis obat-obatan non herbal. Tapi
aku yakin dia senang dengan rumah barunya, surga.
Sekarang
semuanya sudah terlambat. Dia sudah meninggalkanku di dunia yang sementara ini.
Tapi, aku akan tetap selalu mengenang dia di dalam lubuk hatiku sebagai sahabat
yang terbaik bagiku J
Semua kenangan yang telah
kulewati bersamanya takkan pernah pudar walau ia telah pergi dan takkan kembali
lagi untukku. Saat kita tertawa, saat kita bermain bersama, saat kita
cerita-cerita bersama. Sahabatku Shira, kau adalah segalanya bagiku. Ku putar
musik di Laptop, Semua Tentang Kita by PETERPAN, band kesayanganku dan Shira.
Ku harap di atas sana Shira juga bisa melihatku yang selalu menyayanginya di
sini. Semoga.
SEMUA TENTANG KITA
(PETERPAN)
(PETERPAN)
Waktu
terasa semakin berlalu
Tinggalkan
CERITA TENTANG KITA
Akan
tiada lagi kini tawamu
Tuk
hapuskan semua sepi di hati
Ada
cerita tentang aku dan dia
Dan
kita bersama saat dulu kala
Ada
cerita tentang masa yang indah
Saat
kita berduka saat kita tertawa
Teringat
di saat
Kita
tertawa bersama
CERITAKAN
SEMUA TENTANG KITA
Ada
cerita tentang aku dan dia
Dan
kita bersama saat dulu kala
Ada
cerita tentang masa yang indah
Saat
kita berduka saat kita tertawa
A-I, with SJ&Peterpan
No comments:
Post a Comment